Minggu, 09 Juni 2013

Kenapa Istri Saya Bercadar


KENAPA ISTRI SAYA BERCADAR ?
Oleh: Ustadz Firdauz





Suatu ketika, saya dipanggil seseorang dan dipertanyakan dengan pertanyaan yang tegas, menyudutkan dan lain-lain, dipanggil dan dipertanyakan. Pak, kenapa istri kalian memakai cadar itukan berarti menutup diri dari orang lain, kitakan namanya hidup harus bermasyarakat kalau kita sudah tutup wajah kita, tidak kita tampakkan kepada orang lain itukan sudah jelas artinya mengucilkan diri atau mengucilkan orang lain, janganlah begitu dalam kehidupan kamu disini pendatang.


Akhirnya saya katakan, pak bapak tahu  istri kami seperti itu sesungguhnya adalah surga buat kami dan dia adalah bidadariku didalam hidupku.


Bapak tahu sewaktu kami menikah sewaktu akad nikah terjalin antara kami berdua kami bersumpah bahwa sesungguhnya istriku adalah milikku seutuhnya dan suaminya adalah milik dia seutuhnya dan kami berjanji untuk tidak pernah sedikitpun mengumbar dan sedikitpun memberikan dan memperlihatkan istri saya ini kepada orang lain selain daripada mutlak saya suaminya yang melihatnya.


Pak, kami bahagia jika istri kami seperti itu dan hati kami seperti diatas langit, jika saat kami melihat istri kami seperti itu dan jika kami pandang istri kami maka dia bagaikan bidadari didalam hidup kami.


Bapak tahu bagaimana bahagianya kami seorang suami ketika istri kami tidak mau pergi dia berada didalam rumah saja, sehingga tidak ada lagi rasa kecurigaan sedikitpun dihati kami, sehingga hidup kami penuh dengan kebahagiaan. Bagaimana bahagianya hati kami ketika istri kami mau keluar selangkah dari depan rumah kami, dia pun harus telepon dan meminta izin.


Adakah kebahagian yang pernah dialami oleh bapak, tidak nggak akan bisa kami yang memahaminya sehingga kami yang mengalaminya dan kami  yang sangat bahagia dengan ini.


Tidakkah seorang suami berbahagia ketika sang istri mau keluar pergi ke pasar harus ditemani oleh kami dan dia tidak pernah melakukan pergi jauh tanpa bersama dengan kami, “bahagia hidup ini terasa bagaikan surga dan kami terasa bagaikan memperistrikan bidadari”.


Itulah hati saya, “kenapa istri saya bercadar”, itulah bahagia saya  kenapa saya membahagiakannya, dan kenapa saya memperjuangkannya untuk selalu seperti itu. Kalaupun bapak melihatnya, bapak hanya bisa melihat bola matanya dan tidak bisa melihat yang lain dari dirinya, mutlak hanya saya suaminya yang bisa melihat sekujur tubuhnya, kecantikannya saya yang hanya menikmati. Kalaupun ada aib pada dirinya hanya saya yang tahu sehingga saya tidak malu kepada orang lain, karena hanya saya sendiri yang tahu tentang dirinya.

Itulah bahagia saya yang tidak ada dihati bapak. Sekarang kita tukar hati, hati bapak saya miliki dan hati saya ambil-lah biar tidak tersinggung. Bagaimana kalau istri saya mempertontonkan auratnya kepada orang lain, mempertontonkan keindahan wajahnya, mempertontonkan keindahan rambutnya, mempertontonkan cantiknya body-nya bentuk tubuhnya yang aduhai karena dia memakai baju yang ketat bahkan dia memakai baju yang jarang-jarang. Dimanakah letak kebahagian seorang suami, dimanakah letak kehormatan seorang suami , karena orang-orang luar berkata: “oh ternyata istri si ini begini”, bahkan kalaupun dia lebih tampil lebih seksi, barang kali anak –anak muda men siul-siul-kannya di pasar, men siul-siul-kannya di jalan sehingga tidak ada lagi kehormatan pada dirinya, yang tersisa hanya  satu hanya kehormatan hakiki yang masih dimiliki oleh bapak, yang lainnya sudah dinikmati orang melalui pandangan mata. Hanya satu yang tersisa kalau kantong rahimnya adalah milik bapak sendiri, yang lainnya sudah bisa dinikmati oleh orang lain. Akankah kita bahagia dimanakah letak kebahagian.


Kita pulang dia tidak ada di rumah dan dia tidak memberitahukan kita kemana dia pergi sehingga ketika pulang tidak ada lagi rasa kebahagian.


Makanya, pak andaikan mau ditukar harta, semua harta yang engkau miliki untuk kemudian istri kami berbuat melepaskannya bagi kami tidak ada artinya harta, setelah kami menjumpai kebahagian bersama istri yang sholihah seperti itu, buang semua harta tidak ada artinya, kaya raya seapapun kita kalau istri kita mengumbar auratnya di luar, mengumbarkan kecantikan kemolekkannya kepada orang lain tidak ada lagi artinya kita sebagai suami kita  yang diinjek-injek dalam rumah tangga kita.


Karena itu islam menjunjung tinggi perempuan, dia bagaikan seekor burung yang harus dipelihara didalam sangkar rumahnya dan kemudian tugas kitalah yang mencarikan makan untuk dia, kamu duduk saja, diam saja, perihalah anakmu, didiklah anakmu, asuhlah anakmu baik-baik, sekarang ini makanan kuberikan untukmu dan berikanlah kepada anak-anakmu , akulah  yang keluar mencarikan nafkah untukmu. Kalaupun engkau pergi aku akan bersamamu, kalaupun aku akan bawa engkau pergi aku akan tutup engkau karena cinta dan kasih sayangku kepadamu. Tidakkah kita sadar, “Seekor burung yag dibawa pergi keluar sangkarnya ditutupkan” ,itulah hakikinya seorang istri, seorang perempuan dihadapan Allah, setelah kemudian jahiliah runtuh Islam timbul maka perempuan di junjung tinggi oleh Allah


Sekarang saya jujur, maukah bapak jika hati kita ditukar kembali. Akhirnya dia berkata, “Oh ia kalau kami punya teman yang memang begitu sudah bercadar , tapi kalau kami susah menyuruh istri kami bercadar”.


TAMAT

Download Audionya: Disini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar